selamat datang di web blog Ka FoSEI UNSOED...senang sekali bisa berjumpa dengan anda-anda semua. the last...enjoy with my web blog!

pemirsa

User Online

Jadwal Sholat

Tinjauan Analisis Zakat

Minggu, 09 Agustus 2009

Zakat adalah landasan system perekonomian Islam dan menjadi tulang punggungnya Karena system perekonomian Islam berdasarkan pengakuan bahwa Allah ada;ah pemilik asal, maka hanya Dia yang berhak mengatur masalah pemilikan, hak-hak dan penyaluran harta. Zakat adalah pencerminan dari semua itu. Karena ia merupakan salah satu hak terpenting yang dijadikan Allah di dalam pemilikan, bukan seluruhnya sebagaimana yang dipahami sebagian orang selama ini. Dalam sebuah hadis dikatakan, “Sesungguhnya di dalam harta itu ada hak selain zakat.” (h.r. Bukhari)

tetapi zakat mrupakan hak terpenting di dalam harta. Karena itu ia menjadi symbol penyeran total kepada Allah dalam persoalan harta. Nabi bersabda, “Zakat adalah bukti (penyerahan).”(h.r. Muslim). Dalam masalah modal, Islam memiliki prinsip-prinsip tertentu, antara lain: Penumpukan dan pembentuan hartaadalah tindakan tidak benar dalam masalah harta. Harta harus dikembangkan dan zakat merupakan pengejawantahan dalam masalah ini. Sebab, modal yang tidak dikembangkan, pemilik tetap berkewajiban membayar zakat. Berarti dia harus mengurangi bagian modal setiap tahunnya. Akhirnya akan mengakibatkan semakin menipisnya modal.

Misalnya, seseorang memiliki satu juta yang tidak dikembangkan. Dia akan membayar zakat uang tersebut setiap tahunnya sebanyak 2,5%. Dalam beberapa tahun harta yang satu juta tersebut, kecuali nisab, pasti akan habis seluruhnya. Karena itu, pemilik modal terpaksa harus mengembangkan hartana bila ingin menjaga modal agar tidak habis. Sehingga zakatnya dibayar dari keuntunga, bukan dari modal itu sendiri.

Dengan demikian, system zakat menjadikan modal selalu dalam perputaran. Dengan ini pula kita dapat memahami firman Allah SWT, “… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (At-Taubah: 34). Selama infak di jalan Allah ditunaikan, atau sekurang-kurangnya dengan membayar zakat, maka penimbnan harta tidak akan pernah terjadi.

Rasulullah bersabda, “Selama kamu tunaikan zakatnya, maka ia bukan timbunan.”(h.r. Bukhari)

Jadi, tidak mungkin terjadi bersama-sama antara penimbunan dengan zakat. Dengan demikian, kita dapat memahami kesalahan orang-orang yang mengatakan bahwa Islam melarang penyimpanan harta sekalipun dikeluarkan zakatnya. Tetapi yang benar-sebagaimana tersebut di atas- bahwa pemilik modal, selama membayar zakat, terpaksa harus mengembangkan modalnya agar bertambah, atau malah harta tersebut akan habis dengan sendirinya. Di dalam dua kondisi tersebut tidak ada factor penimbunan.

Modal, sebagai modal yang tidak dikembangkan, tidak memiliki hak keuntungan. Tetapi didalamnya terdapat hak orang lain, yaitu penerima zakatModal, berhak mendapat keuntungan setelah dikembangkan sebagai imbalan atas kesediaannye menanggung kerugian. Misalnya, dalam satu syarikat mudharabah pemilik modal berhak mendapa keuntungan sebagai imbalan atas kesediaan modal tersebut menanggung kerugian bila terjadi kerugian.

Begitu pula dalam semua bentuk pengembangan harta yang menggunakan modal. Ia hanya berhak mendapat keuntungan sebagai imbalan atas kesediaannya menanggung kerugian. Bahkan modal asal tersebut berhak menanggung pengurangan dengan zakat, tetapai tidak berhak menerima keuntungan tanpa kesediaan menanggung kerugian.

Harta menurut Islam, kalau dikembangkan ada hak mendapat keuntungan sebagai imbalan atas kesediaannya menanggung resiko rugi. Pemilik modal berhak memperoleh keuntugan sebagai imbalan pengelolaan dan kesediaanya menanggung resiko kerugian. Kepada pemilik modal diwajibkan membayar zakat setiap tahunnya, bukan saja dari keuntungan, tetapi uga dari modal itu sendiri, sesuai dengan jumlah persentase yang telah ditetapkanuntuk didistribusikan kepada golongan tertentu. bersambung. (disadur dari buku al-islam karangan sa’id hawwa, bab zakat)

Share

0 komentar:

Posting Komentar